Info Sekolah
Jumat, 10 Okt 2025
  • Selamat Datang di Website SMK Muhammadiyah 2 Gresik. Islami - Siap Kerja - Siap Kuliah - Siap Wirausaha
  • Selamat Datang di Website SMK Muhammadiyah 2 Gresik. Islami - Siap Kerja - Siap Kuliah - Siap Wirausaha
9 Oktober 2025

“Jejak Kenangan LDKS: Dari Api Unggun hingga Jurit Malam”

Kam, 9 Oktober 2025 Dibaca 5x Blog

Pukul 09.00 pagi, matahari mulai naik dengan sinarnya yang hangat. Di lapangan, kami sudah berdiri rapi dalam barisan. Seragam yang kami kenakan tampak kompak, wajahwajah penuh harapan menyambut hari panjang yang akan kami jalani. Saat apel pembukaan dimulai, suara lantang pemimpin apel menggema, membangkitkan semangat kami sejak detik pertama. Setiap kata yang disampaikan bagaikan suntikan energi, membuat hati berdebar dan pikiran penasaran: petualangan apa yang menunggu?

 

Setelah apel, perjalanan menuju Pacet pun dimulai. Di dalam bus, suasana penuh canda tawa. Ada yang sibuk memutar musik, ada pula yang bercanda hingga membuat seluruh kursi bergetar oleh gelak tawa. Udara pegunungan yang sejuk menyambut kami saat sampai di tujuan—Vila Asia Jaya. Dari sinilah, cerita kami benarbenar dimulai.

 

Sesampainya di vila, waktu Dzuhur sudah dekat. Kami melaksanakan sholat Dzuhur yang dijamak dengan Ashar, berjamaah dengan khidmat. Usai itu, panitia membagi kamar. Riuh terdengar ketika kami membuka pintu kamar masingmasing, berebut memilih kasur, menata tas, dan tentu saja—mulai saling mengerjai. Suasana keakraban benarbenar terasa.

 

Belum sempat lama beristirahat, tibatiba terdengar suara lantang panitia yang membuat jantung hampir copot:

 

“15 detik ke aula! Bawa alat tulis, bawa bekal kalian!”

 

Panik! Kami semua berlari tergesa. Ada yang salah ambil tas, ada yang hampir jatuh karena tergesagesa. Namun justru di situlah letak keseruan. Aula penuh dengan napas terengahengah, wajah yang setengah panik setengah tertawa.

 

Di aula, kegiatan materi kepemimpinan dimulai. Bukan sekadar mendengarkan teori, kami benarbenar diajak mengalami langsung. Membuat proposal, menyusunnya bersama kelompok, lalu mempresentasikan di depan temanteman. Degdegan? Tentu saja. Tapi di sanalah kami belajar untuk berani bicara, percaya diri, dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan. Rasanya, setiap menit adalah tantangan yang mengubah kami sedikit demi sedikit.

 

Menjelang sore, kami bergeser ke luar ruangan. Latihan pandu darurat menanti. Kami diajarkan cara mencari kayu, menyalakan api unggun, dan membagi tugas dengan cepat. Saat itu, kerjasama benarbenar diuji. Ada yang sibuk mencari kayu, ada yang mengikat tali, ada pula yang mengatur formasi. Terkadang kami berselisih, tapi akhirnya sadar: tanpa kerjasama, api unggun tak akan pernah menyala.

 

Malam hari, suasana berubah jadi meriah. Aula kembali ramai, kali ini dengan pentas seni. Ada yang bernyanyi dengan suara merdu, ada yang mendongeng lucu, bahkan drama singkat hingga pantomim. Salah satu yang paling membuat kami terpingkalpingkal adalah penampilan Upin Ipin jadi tukang kebun. Rasanya, tawa dan sorak sorai malam itu akan sulit terlupakan.

 

Tepat pukul 21.00, api unggun dinyalakan. Api menjulang tinggi, cahayanya berkilau di tengah dinginnya udara Pacet. Kami duduk melingkar, dan tibatiba suasana berubah hening. Satu per satu surat dibacakan. Katakata yang sederhana, namun penuh makna, membuat mata berkacakaca. Ada yang tersenyum haru, ada pula yang diam menunduk menahan tangis. Malam itu, api bukan hanya membakar kayu—tapi juga menyalakan kehangatan di hati kami.

 

Belum selesai. Tengah malam, jurit malam dimulai. Kami membawa beras, lilin, dan senter, melangkah dalam gelap melewati pos demi pos. Setiap pos memberi ujian: pertanyaan tajam, tantangan fisik, hingga adu mental. Ada rasa takut, tapi juga penasaran. Hingga akhirnya, di pos terakhir, kami diajak merenung dalam hening. Dingin malam terasa menusuk, tapi hati justru terasa hangat. Kami belajar arti kesabaran, keberanian, dan kebersamaan.

 

Subuh menjelang, kami berkumpul kembali untuk sholat berjamaah. Setelah itu, tubuh kembali digerakkan dengan senam pagi yang penuh keriangan. Sarapan hangat menambah energi, lalu outbound pun dimulai. Aneka lomba seperti balon air, bolpen masuk botol, dan berbagai permainan lainnya membuat tawa pecah di manamana. Kami saling berteriak memberi semangat, ada yang terjatuh lalu tertawa, ada pula yang berhasil lalu dieluelukan.

 

Lucunya, saat kami sudah rapi mengenakan baju bebas, panitia kembali berulah: “Ganti baju olahraga lagi!” Tawa campur keluhan memenuhi udara, tapi itulah bumbu yang membuat kegiatan semakin seru.

 

Siang hari, ada misi khusus: pencarian bendera. Kami berlarian ke sana ke mari, mencari dengan penuh semangat. Hingga akhirnya terungkap—bendera ternyata ada pada Mas Radit. Namun ada syarat: semua peserta harus nyemplung ke kolam renang. Tanpa pikir panjang, kami pun terjun bersama. Cipratan air, jeritan kaget karena dingin, dan tawa lepas menyatu jadi satu. Momen itu sungguh sulit dilupakan.

 

Akhirnya, tibalah saat yang paling ditunggu. Panitia mengumpulkan kami dan mengumumkan hasil akhir:

 

“Kalian resmi lulus LDKS IPM!”

 

Sorak gembira membahana. Kami bertepuk tangan, berteriak, bahkan sebagian melompat kegirangan. Ada rasa bangga, lega, dan bahagia yang tak bisa digambarkan dengan katakata.

 

Kami pulang dengan senyum yang masih tersisa di wajah. Bukan hanya membawa pakaian basah atau oleholeh dari Pacet, tapi juga membawa sesuatu yang jauh lebih berharga: pelajaran, kebersamaan, dan kenangan yang akan kami simpan selamanya.

 

LDKS bukan sekadar kegiatan, tapi perjalanan yang menempa kami menjadi pribadi yang lebih berani, bertanggung jawab, dan penuh makna.

oleh: Chelsea Dina Novelya / X MPLB

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar